I
II
III
IV
V
keberangkatan
pemberhentian pertama
perjalanan panjang
sebuah awal
Lalu-Lalang
Makan Siang
Oase
Prolog
Lalu kita bertemu, setelah beberapa bulan ini Jakarta menjadi jarak yang harus dipangkas
Hi, kita bertemu lagi di sini, di rumahku yang benar-benar sudah jarang kukunjungi. Kali ini aku akan mnceritakan sebuah perjalananku minggu kemarin dari Cileungsi ke Tangerang. Selamat membaca dan menikmatinya.
Aku menemukanmu lagi, di tempat yang sama saat aku menemukanmu pertama kali di sana. Kau duduk dan melihatku dari jendela besar, dengan tatapan yang sekarang lebih bisa kunikmati dan menjadi sebuah alasan untukku untuk bisa membelah Jakarta lagi. Rindu ini usai sekarang.
Apa kau pun demikian? Merasakan rindu yang akhirnya buncah setelah mata kita saling berjumpa secara nyata. Kuharap iya, sebab aku tak ingin menjadi satu satunya orang di sini. Apa kau pun sesenang diriku? Kuharap kita benar-benar menjadi saling.
***
Tiba-tiba kau turun lantas pergi, meski aku sedang duduk di pintu, menunggumu, kau hanya menoleh dan memastikan, selanjutnya kau mengarungi jalanan Tangerang dengan ojek yang kau pesan. Aku hanya tersenyum, terkadang kau sangat lugu dan penuh kecemasan, takut terlihat orang-orang.
Aku membuatmu menunggu lama di sudut foodcourt, hilang semua raut cemas dan hati-hatimu di sini, seolah tidak akan ada orang yag mengenali kita dan menertawakannya. Kau duduk dengan sebuah hadiah untukku, aku terharu dan tak bisa berekspresi seperti biasanya, kau tahu, ini hal pertama bagiku.
***
Mungkin cerita kali ini aku akhiri dulu saja, sebab kepalaku malam ini sedang banyak memikirkan sesuatu, sesuatu yang baik, sesuatu yang mungkin pada akhirnya bisa dibaca dan dinikmati, di sini atau di instagramku. Terima kasih, sampai jumpa kembali.
***
Aku merasa janggal beberapa waktu ini, ada rasa senang yang muncul, ada rasa khawatir dan takut. Kau tiba dan kita kembali saling sapa seperti tak terjadi apa-apa, bahkan kita membicarakan orang-orang yang memasuki radar dengan tenang (kelihatannya). Ini terasa aneh bagiku.
Dengan seperti ini, aku tahu, ada harapan lagi di diriku yang juga tiba, namun aku takut ini hanya akan menjadi sebuah pesakitan lagi. Di sisi lain, aku tak bisa menahan senang saat kau tiba dan sepertinya aku memang bukan orang yang bisa dengan mudah melupakan seseorang. Meski tak ada sebuah temu yang nyata, namun apa yang kurasakan selalu nyata. Dan ingin sebenarnya aku menanyakan langsung padamu perihal ini. Aku sudah lelah dengan berharap, tapi aku secara sadar tak sadar malah menumbuhkan harap.
Sampai saat ini aku masih bisa berdiri dalam keabu-abuan ini, namun aku perlu sebuah warna yang pasti. Hitam atau putih. Dan tahukah kau, terkadang aku merasa sesak saat kau membicarakan orang-orang selain kita saat ini, aku memang lemah dalam membuang sebuah perasaan. Tapi aku tidak ingin lebih lama mendiami sebuah kemungkinan.
Di mana aku sekarang?
***
Satu kakiku sudah menapaki hal baru, dan saat kakiku yang satunya hendak lepas landas, tiba-tiba tertarik lagi oleh hal yang sama. Kau. Tiba-tiba kau datang dan kita berkomunikasi dengan lancar seperti biasanya, seolah bisa saling melupakan perihal hal-hal yang terjadi sebelum ini. Apa maumu?
Ini hal yang aneh bagiku, aku berada di ambang sebuah senang dan jengkel. Dan aku tak tahu apa kau juga berada di antara itu? Bukankah ini terlalu aneh saat beberapa minggu yang lalu kau bilang untuk tidak mencarimu dan berhenti saja, namun sekarang tiba-tiba kau datang dengan mata dan senyuman yang menyenangkan namun menyebalkan.
Apa yang ingin kau beri sekarang? Harapan atau candaan?